Enchanted (Part. 7)


Seo Joohyun/Cho Kyuhyun/Choi Minho & The others cast. | Romance & Friendship | PG-15.

Original by AdillaSB:

“Bagi Seo Joohyun mengutarakan perasaannya bukan sesuatu yang mudah. Saat persahabatan mereka dipertaruhkan, Seohyun merasakan ada yang salah dengan dirinya.”

“Sekarang sudah jam dua belas siang, artinya sudah satu jam aku berdiri didepan gerbang menunggumu membukakan pintu. Anggap saja belum ada orang yang memberikanku selamat sebelumnya, bisakah kau menemuiku? Kakiku sudah mulai lelah.”

Mendengar nadaku yang meninggi sebelumnya Kyuhyun menyimpan sendok eskrimnya dan menatapku dengan alisnya yang terangkat—isyarat ia menanyakan apa yang terjadi disebrang telepon sana. Aku menghela nafas panjang, kenapa meninggalkan bangku ini sangatlah sulit? Sementara Kyuhyun masih menungguku bercerita dengan ponsel masih menempel ditelingaku.

“Seohyun?” tanya keduanya berbarengan. Baik Kyuhyun atau Minho—yang berada disebrang telepon—sedang menunggu jawaban yang terlontar dari mulutku selanjutnya. Aku tidak dapat melihat Minho dan bagaimana reaksinya—apa ia benar-benar sedang menungguku disana? tapi aku dapat melihat jelas wajah Kyuhyun yang berada tepat dihadapanku, kerut keningnya mengisyaratkan bahwa ia juga sedang menungguku berbicara, “Halo, Minho. Apa kau masih disana?Aku akan segera tiba disana sebentar lagi.”

Aku hendak meninggalkan meja, ketika menyadari sepasang mata menatapku pasrah. “Kyuhyun, maaf aku harus pergi. Minho menungguku dirumah.” kataku sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.

 Aku belum yakin dengan pilihan ini namun, Kyuhyun dan aku baru mengenal, itu yang menjadi alasan utama aku memilih Minho.

Walau Kyuhyun tidak menunjukannya, aku tahu bahwa ia kecewa ketika aku memilih beranjak dari kursi dan pergi meninggalkannya. Aku tidak ingin berfikir kemungkinan terberatku kehilangan Kyuhyun esok hari; mungkin ia akan marah atau bahkan lebih parah, tapi aku berharap ia dapat mengerti…

Aku berlari secepat yang kubisa, berdoa agar pria yang sedang menungguku masih ditempatnya. Apapun yang terjadi hari ini, aku ingin menjadi orang pertama yang memberikannya ucapan selamat—sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Aku sengaja memperlambat langkahku—bahkan sebisa mungkin agar Minho tidak kaget dan bangun dari tidurnya. Pria itu tengah menunduk menyembunyikan wajahnya dibalik kedua siku yang tertekuk dan dengkul yang menopang berat kepalanya. Aku datang empat puluh menit setelah menutup telepon dari Minho, jelas bukanlah waktu yang sebentar untuk berdiam diri tanpa melakukan apapun sekedar menunggu seorang. Tidak apa ia tertidur, jenuh atau semacamnya, yang jelas ia masih berada disana, menungguku—itu yang terpenting.

Aku duduk disela-sela yang tersisa diantara tembok gerbang rumahku dan Minho yang duduk ditengahnya. Mengguncang tubuh Minho beberapa kali tidak membuatnya segera bangun, “Kau ini tidur atau mati?” gerutuku yang pada akhirnya bosan. Menyadari sebelah mata melirik dari celah-celah siku yang terbuka, aku mendengus kesal lalu melipat kedua tangan didepan dada.

“Berhentilah berpura-pura. Kau lupa usiamu sudah kepala dua?” sindirku.

Minho terkekeh beberapa saat dan berhenti untuk menatapku dengan serius sambil merentangkan kedua tangannya, “Berikanku pelukan!” perintahnya. Walau pada awalnya enggan, akhirnya aku menurutinya juga.

“Selamat. Sekali lagi selamat atas kemenangan timmu.”

“Terimakasih,”

“Lalu apa yang menjadikanmu begitu manis saat ditelepon tadi? Apa kau sakit?”

Minho menepis telapak tanganku yang mendarat didahinya, “Tidak. Aku hanya berfikir untuk mengutamakan sahabatku jauh diatas segalanya. Kau banyak berarti bagiku—“

“Hei, tunggu. Kau ini kenapa?” selaku.

“Sebenarnya aku ingin mengaku sesuatu padamu, tapi kurasa ini bukan saat yang tepat. Beristirahatlah, aku akan menjemputmu besok pagi seperti biasa. Tidurlah yang nyenyak.” Kata Minho tiba-tiba tanpa memberikanku jawaban apapun, “Sampai berjumpa besok.” Sahutnya lagi berjalan memunggungiku lalu menghilang dibalik pagar rumahnya yang ditutup.

Sebenarnya ada apa dengan Minho?Iya terlihat jauh berbeda dari biasanya…

Aku memaksa mataku untuk segera terpejam, tapi hipotalamus ini sepertinya tidak ingin memberi perintah pada syaraf-syaraf pengikutnya. Bayangan pria yang beberapa jam lalu menolongku itu tiba-tiba terbesit kembali mendepak kantuk yang harusnya sudah melanda ditengah malam ini. Apa pria itu sudah marah besar padaku sekarang? Apa aku masih bisa menemuinya dilain waktu nanti? Entahlah… aku tidak pernah tahu sebelum menanyakannya.

Ku tarik tuas yang menempel pada lampu tidur diatas meja yang terletak tepat disisi ranjangku, membiarkan terang kembali menyergapku dengan cahaya jingganya, lalu melirik ponsel yang tergeletak disekitar bantal. Aku membuka contact yang tersedia disana, memasukan kata Cho untuk memudahkan pencarian pada ratusan nomor yang tersimpan.

Cho Kyuhyun. Perlu beberapa detik untuk pada akhirnya menekan tombol hijau pada layar ponsel itu; Apa ia masih terjaga atau tidak itu bukan masalah untukku, setidaknya ia tahu aku sudah berusaha menghubunginya.

Ternyata tidak butuh waktu lama untuk menunggu, “Halo—“ sapa Kyuhyun dari sebrang telepon.

 “Kyuhyun, kau belum tidur?” tanyaku ragu.

“Belum, ada apa?”

“Oh tidak, hanya ingin meminta maaf karena meninggalkanmu dikedai eskrim tadi siang. Maafkan aku, Kyuhyun.”

“Bukan masalah, aku tahu perlu tenaga ekstra untuk meyakinkanmu. Lagipula seandainya aku berada diposisimu, aku pasti akan melakukan hal yang sama.”

“Terimakasih,”

“Tapi jika kau tetap merasa bersalah padaku, ada baiknya kau membayar sesuatu untuk menebus kesalahanmu. Bagaimana kalau kita berkencan besok siang, Seohyun?”

“Kencan?” aku mengerejap, “Ah, picik sekali mengajakku berkencan dengan cara seperti ini.” Kataku dengan nada setengah menyindir. “Baiklah, kelasku selesai sekitar jam dua siang. Kau bisa menjemputku dikampus, bagaimana?”

“Kalau begitu sampai bertemu besok, Seohyun.”

“Iya, Selamat malam.”

“Malam, dan sampai bertemu dalam mimpi—“

“Apa?” untuk kedua kalinya aku mengerjap. Kalau tidak salah dengar Kyuhyun menyinggung tentang mimpi? Apa maksudnya? Bertanya beberapa kalipun tidak ada gunanya karena Kyuhyun sudah menutup telepon lebih dahulu. Sedetik kemudian aku sudah merasa senyumku mengembang ditengah malam ini, Apa tadi aku mengeluh tidak bisa tidur? rasanya tidak seperti itu, aku yakin setelah ini tidurku akan sedikit lebih tenang.

Tiffany datang dengan Make Up lengkap dengan kotaknya. Tanpa menyapa terlebih dahulu ia langsung duduk disisiku dan membuka kotak tersebut, “Sebenarnya ada apa kau memintaku mendadanimu hari ini?” tanya Tiffany disela-sela kegiatannya memilah warna eyeshadow yang senada dengan baju yang aku kenakan.

“Hari ini aku akan pergi bersama teman, kupikir ada baiknya untuk datang dengan penampilan yang—“

“Apa kau akan berkencan? Oh yang benar saja, kau bukan orang yang terlalu mementingkan penampilan hanya untuk jalan-jalan. Sangat aneh.” kata Tiffany memotong kalimatku, “Aku tidak pernah tahu kau sedang dekat dengan pria, siapa dia? Apa aku mengenalnya juga?”

“Tidak, aku juga baru mengenalnya jadi bukanlah suatu pertemuan penting.”

“Aku pikir kau menyukainya.”

“Apa? Kau bercanda?”

“Sudah jangan membohongiku, aku dapat melihatnya dengan jelas. Seperti bukan kau saja repot-repot berdandan seperti ini… Pejamkan matamu, sebentar.”

Aku membiarkan Tiffany mendandaniku sepuasnya tanpa memberi banyak komentar. Tiffany memang mengenalku jauh lebih baik dari siapapun, walaupun begitu aku juga tidak yakin dengan apa yang ia katakan karena aku tidak mengerti apa yang sebenarnya aku rasakan sendiri.

Tidak lebih dari lima belas menit wajahku sudah selesai dengan riasan sederhana, “ya Tuhan, kau cantik sekali Seohyun. Cobalah sesekali berdandan seperti ini.”

“Benarkah? Ah, tidak perlu. Jika ingin berdandan lagi aku pasti akan menghubungimu.” gurauku pada Tiffany. Tidak lama, aku mendapat sebuah pesan dari Kyuhyun yang memberitahukan bahwa ia sudah tiba didepan kampusku. Segera ku rapihkan rambut ikal yang tergerai itu dengan kesepuluh jariku, tidak lupa membenahi lekukan pada baju dan rokku sehabis duduk tadi. Dengan menuntun Tiffany menemaniku, aku berjalan menelusuri koridor menuju pintu utama keluar area kampus dan langsung menemukan Kyuhyun yang tengah menyender pada mobilnya.

Setelah memperkenalkan Tiffany pada Kyuhyun lalu berbasa-basi beberapa menit, kamipun beranjak pergi meninggalkan kampus untuk memulai kencan pertama. Kenapa rasanya aku tidak sabar?

 “Kita mau kemana?” tanyaku setelah memasang sabuk pengaman melingkari sebagian badanku.

“Menonton. Hal wajar yang dilakukan pasangan adalah menonton bersama.”

“Kita bukan pasangan, Kyuhyun” sindiriku, “tapi kupikir tidak terlalu buruk untuk kencan pertama.” Sambungku lagi, kali ini membawa serta tawa pada akhir kalimatku.

“Tadi temanmu—“

“Tiffany,” selaku.

“Ya, tadi Tiffany kenapa melihatku seperti itu? Apa ini pertama kalinya kau terlihat dengan seorang pria selain Minho?”

“Begitulah.”

“Benarkah? Aku merasa sangat terhormat. Lalu kenapa ia berbisik padamu? Aku jadi sangat penasaran.”

“Ia bilang kau tampan, lalu aku segera menepisnya. Begitulah yang terjadi kenapa kami terlihat seperti bertengkar tadi.”

“Ah, menyebalkan sekali.”

Aku terkekeh, “Apa Tiffany juga yang membantumu berdandan seperti ini? Sebenarnya tanpa riasan pun kau akan tetap terlihat cantik.”

Deg. Aku merasa tidak perlu berkomentar tentang ini. Entah kenapa rasanya kedua pipiku akan berganti warna, begitu malunya hingga aku segera membuang pandangan pada apapun yang dapat kulihat selain menatap wajah Kyuhyun.

Hampir dua puluh menit setelah itu kami memilih untuk sama-sama diam hingga kami pun tiba di Teater yang kami tuju. Setelah mematikan mesin mobil, Kyuhyun turun terlebih dahulu untuk sekedar membukakan pintu mobil untukku. “Sudah seperti kencan sungguhan?” guraunya ketika mengulurkan tangan kanannya padaku, lalu tanpa pikir panjang aku menggapainya. Saling menggenggam hingga kami tiba didalam bukankah sangat menyenangkan?

“Kenapa kau memilih film ini tanpa menanyakan pendapatku terlebih dahulu?” tanyaku setengah berbisik. Film yang kami akan tonton masih diputar beberapa menit lagi, tapi kami memilih untuk menunggunya didalam. “Aku sama sekali belum pernah menonton film seperti ini,” sambungku lagi.

“Kita bisa keluar dan mengganti filmnya kalau kau mau—“

“Tidak perlu.” Sergahku, “Setidaknya aku akan memiliki pengalaman menonton film action atau malah aku akan jago berkelahi setelah ini,” gurauku lalu tertawa sekilas.

“Sudah ku duga kau pasti tidak akan menolak.”

“Apa boleh buat,”

“Dulu jika aku melakukan ini, Yuri akan segera keluar dan membeli tiket lain—“

“Aku bukan Yuri.”

Eh? Kenapa rasanya aku kesal jika—lagi-lagi pria yang bersamaku membicarakan topik yang sama. Rasanya mood-ku sedikit turun mendengar nama itu.

Setelah menunggu, film yang bergenre Action itupun dimulai—membuat perhatianku terlepas dari bayang wanita bernama Yuri itu untuk sementara.

Film Action: Menurutku memang tidak terlalu buruk jalan ceritanya, walaupun drama romantis tetap menjadi favoritku. Hal yang aku benci ketika melihat film-film seperti ini adalah ketika harus terpaksa menyaksikan satu demi satu korban berjatuhan dengan darah sudah menggenang dimana-mana. Tidakkah menjijikan? Terlalu sadis berkelahi hingga membunuh sesama manusia seperti itu…

Aku meringis ketika sang pemeran utama akhirnya harus meregang nyawa dengan dua belas peluru menembus dadanya. Jalannya cerita yang tidak dapat ditebak itu benar-benar menyita perhatianku, hingga sepasang mata yang menatapku sedaritadi itu membuat aku mulai risih. Aku memalingkan dengan paksa wajah Kyuhyun agar tegak lurus kelayar besar ditengah-tengah itu, “Apa layar itu pindah kedalam wajahku?” tanyaku, jengkel.

“Terlalu mengganggu? Maaf.” Sahutnya.

“Bagaimana tidak? Sementara semua orang terpaku pada cerita didepan sana, kau memilih untuk mengacuhkan cerita untuk menatapiku sepanjang film berlangsung. Tidakkah kau merasa konyol?”

“Aku hanya sedang berfikir sesuatu.”

“Apa yang sedang kau pikirkan?”

“Sepertinya aku tidak akan mengajakmu datang kesini lagi. Sungguh aku sangat menyesal.”

Aku tersentak, sebenarnya apa yang aku lakukan hingga ia mengatakan hal semenyebalkan itu. Apa kata-kataku sebelumnya terdengar sangat kasar? Aku mendengus sebelum menanggapi Kyuhyun, “Ya, kau tidak perlu mengajakku lagi.” tegasku, lalu beralih untuk kembali pada layar yang belum selesai.

“Akan menjadi sia-sia jika aku harus mengeluarkan uang untuk membeli tiket ini, Karena ku pikir memandangimu jauh lebih menarik daripada menatap layar putih itu,” sambung Kyuhyun. Sontan membuatku mematung tak berani menatapnya, “Setelah ini jangan gunakan riasan lagi ketika kita bertemu, kau akan membuatku lebih terpesona padamu. Hahaha—“

Deg. Apa ini triknya mendapatkan ku? Kalau benar begitu, aku kalah telak. Seseorang belum pernah memujiku sebegininya kecuali kedua orangtuaku. Jika memang ia hanya membual, aku bersumpah akan menekan pelatuk pada pistol untuk membunuhnya seperti dalam film ini. Tidakkah ia merasa aku hampir melayang mendengarnya. “Sayang sekali sepertinya kau berubah pendiam hari ini,” sahut Kyuhyun tiba-tiba lalu merogoh gelas popcornnya.

“Benarkah? Perasaanmu saja.” elakku. Takut-takut Kyuhyun menyadari aku yang salah tingkah karena dibuat luluh olehnya, aku memilih untuk menegakkan kepala dan menonton kembali—sesekali meneguk minumanku agar kecanggungan itu tidak nampak jelas.

“Aku juga berharap begitu. Omong-omong, apa yang dilakukan Minho kemarin? Kau terlihat terburu-buru sekali.”

“Dia sudah menunggu satu jam didepan rumahku dan memintaku menemuinya untuk memberikan selamat—“

“Selamat?hanya memberikan selamat?

Aku mengangguk membenarkan, “entahlah kemarin aku juga merasa ia berbeda.” Mengingat bagaimana aku meninggalkannya kemarin siang dikedai, aku berharap Kyuhyun tidak lagi menyinggung mengenai Minho atau apapun yang berkenaan dengan itu. Mengesampingkan bagaimana masalalu dan cinta kami yang saling bertepuk sebelah tangan, sejujurnya aku sangat berharap hari ini berakhir menyenangkan.

Kami sudah kembali pada tempat duduk yang sama dimobil Kyuhyun setelah menyaksikan film selama hampir dua jam. Kyuhyun memutar kemudinya bukan menuju arah pulang, karena ia justru mengarahkan pada jalan yang berbeda. “Kita akan piknik,” sahut Kyuhyun disela-sela aktivitas mengemudinya. “Kuharap, kita tidak melewatkan sunset hari ini—“

“Tunggu… Piknik? Kita tidak membawa perlengkapan apapun. Tidak ada tikar—“

“Kita pakai selimut, sama saja.”

“Tidak ada makanan?”

“Satu kilometer lagi kita akan melewati Drive Thru, apa ada yang melarangmu memakan Junk Food? Kalau tidak, itu bukan menjadi masalah.”

“Kita tidak membawa—“

“Tidak ada yang kita butuhkan lagi, Seohyun. Jangan membuatnya rumit, lakukan dengan caraku.” Sela Kyuhyun dan aku menurutinya dengan mudah. Apa bagian dari triknya lagi? Aku pun tidak mengerti, yang jelas setelah meelewati beberapa jam bersama Kyuhyun aku sudah merasa nyaman dengannya. Hm, begini.. aku memang sudah nyaman dengannya sebelum ini, namun rasaya banyak hal yang perlahan aku ketahui tentang pria bernama Cho Kyuhyun itu.

Ia sempat bercerita tentang keluarganya yang sibuk dan membiarkan bagaimana ia melewati malam-malam natal sendirian, tentang neneknya yang memaksanya menggunakan kostum Spiderman ketika ulangtahunnya yang kedua belas, anjing peliharaannya yang mati karena tertabrak sepeda milik temannya, atau tentang kencan pertamanya pada seorang wanita yang ternyata sudah mempunyai pacar. Semuanya dibawakan dengan santai dan cukup menghiburku, sejauh yang kulihat Kyuhyun bukan hanya pria yang baik dan ramah pada orang-orang yang baru saja ia kenal. Ia juga cukup sabar, tidak banyak komentar dan terkadang memandang sesuatu dari arah yang berbeda. Bisa menjadi sosok yang bijak ataupun kekanakan—kalau situasinya tepat, cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyenangkan. Juga romantis.

Apa aku benar-benar mengatakan romantis? Oh, aku tidak dapat menceritakan bagaimana perasaanku ketika ia membiarkan aku duduk manis menunggu sementara ia mengantri untuk mendapatkan tiket, atau ketika ia menutup pahaku dengan jaketnya ketika aku sedang duduk dan rokku harus terangkat keatas, atau membiarkan aku jalan terlebih dahulu ketika kita melewati jalur yang hanya dapat dilalui oleh satu orang saja dan banyak lagi hal lain yang sebenarnya bukan sesuatu yang penting namun, kurasa hal-hal kecil seperti itu yang justru dapat menyentuh hatiku. Cukup memberiku penilaian bahwa ia dapat menjaga wanita disisinya dan memperlakukan mereka dengan sangat baik.

Setelah mampir pada sebuah Drive Thru lalu memesan beberapa makanan, kami mengobrol sepanjang perjalanan. Berbagi guyonan tidak penting atau bersenandung bersama mendengarkan radio. Perjalanan panjang yang tidak terasa membawa kami tiba pada sebuah pantai yang dikelilingi pasir putih disekitarnya. Angin sore itu berhembus kencang mengibaskan rambut yang kubiarkan tergerai. Kyuhyun memberikan jaketnya untuk dililitkan pada pinggul agar menutupi sebagian roku yang diatas lutut dan membiarkan kaos tipis yang ia kenakan ditembus oleh hembusan angin pantai yang agak menusuk tubuh. Setelah merebahkan kedua tangannya keudara—menghirup bau khas air asin yang menyengat, Kyuhyun kembali pada mobil dan mengambil beberapa barang—selimut dan tiga buah kantung makanan lalu mengampar selimut diatas pasir putih yang tidak terjangkau genangan air yang merembes naik.

“Duduklah,” perintah Kyuhyun. “Piknik sederhana kita! Tara!”

Aku tertawa sekilas, “Kau mengajakku jauh-jauh datang hanya untuk duduk saja?”

“Makan dan menikmati sunset, jangan lupa itu.”

“Oke, baiklah…” sahutku pasrah lalu segera menuruti perintah Kyuhyun sebelumnya untuk duduk disisinya. Menatapi ribuan kubik air yang menggenang dengan suara mereka yang saling beradu menerjang karang-karang disekitarnya terdengar begitu indah ditelinga. Suara air tidak pernah jauh menenangkan dibandingkan ini.

Aku mengambil ranting yang terjatuh dari salah satu pohon yang hampir mengering, kemudian bangun untuk menggoreskan ranting tersebut pada hamparan pasir putih dan menuliskan satu kalimat panjang; Halo. Cho Kyuhyun dan aku sedang menunggu sunset.

“Lihat, Kyuhyun!” sahutku pada Kyuhyun yang tengah menyesap softdrink-nya, tepat ketika kami menoleh bersamaan tulisan tersebut sudah hilang disapu ombak yang datang. “Ah, tulisanku? Hilang?”

“Kekanakan sekali,” sindir Kyuhyun kemudian kembali merebahkan diri diatas selimut yang beralih fungsi menjadi tikar itu. “kau menulis apapun disana pasti akan tersapu air.” Sahut Kyuhyun lagi dengan nada menyindir. Tapi aku tidak begitu memperdulikannya, bagiku sangat menyenangkan melakukan hal ini. Rasanya seperti berdiri diatas kanvas yang bebas kau coret sesuka hatimu.

Sebagian jingga mengusir biru dan kelabu dari tempatnya, membawa serta guratan hitam yang bersiap menyebarkan kegelapan yang tak sabar keluar. Sementara langit berganti, aku kembali duduk disisi Kyuhyun dan melemparkan ranting tak berguna itu begitu saja. Begitu lelah menuliskan banyak kalimat yang nantinya tersapu kembali oleh ombak, “Percuma saja.”kataku menyuarakan pikiran sendiri.

Kyuhyun tertawa sekilas lalu memiringkan kepalanya, “kau begitu ingin menulis sesuatu yang permanen? Kalau begitu kemarikan tanganmu…” sahut Kyuhyun yang telah bangkit kemudian menggapai tanganku, menundukan keempat jari selain telunjuk, lalu menggoreskan asal pada dadanya yang bidang. “Apa pun yang kau tulis disini aku tersimpan secara permanen, cobalah!”

Deg. Aku menatap Kyuhyun ragu tanpa bergerak sedikitpun, membiarkan Kyuhyun dengan sesuka hatinya menggerakahn tanganku membentuk sebuah tulisan disana. “Seo Joohyun. Aku sudah selesai menuliskan namamu disini. Jangan khawatir, tidak ada yang bisa menghapusnya.”

Aku tersenyum samar, menarik kembali tanganku dari genggamannya. “Apa yang kau lakukan?” tanyaku, canggung.

Kyuhyun tertawa girang, sepertinya wajahku yang memerah menjadi lelucon tersendiri baginya. Tapi tawanya berhenti seketika, lalu menunjuk keudara, “Lihat! Sunset!” seru Kyuhyun membuatku mengadah dengan cepat menyaksikan lukisan alam yang indah itu.

Hening. Untuk beberapa menit tidak ada yang bersua atau bahkan berbicara satu huruf saja. Menikmati detik berlalu mengabadikan pemandangan yang tak biasa tertangkap mata dengan lengkap. Begitu indah.

Kyuhyun tiba-tiba membuka mulutnya,“Kau tahu, Seohyun? Hari ini merupakan salah satu dari daftar hari yang  paling ingin ku ulang lagi.” Kyuhyun menatapku sekilas, kemudian kembali menatap langit yang sebagian gelapnya sudah mendominasi. “Hari biasa dengan seseorang yang tidak biasa. Kuharap waktu berhenti,”

Aku menatap Kyuhyun ragu, tapi sepasang mata itu terlihat yakin memandangku. Aku tidak tahu apa yang menyihirku hingga rasanya getar jantung ini begitu menggebu. Rasanya juga tidak bisa mengenyah suatu perasaan aneh yang mendorong pikiranku untuk terus menatap pria didepanku dalam-dalam. Dan ketika matahari benar-benar tinggal segaris bersiap tenggelam, aku mimiringkan kepalaku menyampir pada bahu Kyuhyun, menuruti perintah hatiku yang sedari tadi menyuruh untuk melakukannya. Kurasa tidak perlu ada kata-kata yang mewakili perasaanku saat ini, karena benar saja; Aku sedang jatuh cinta.

Aku merentangkan kedua tangan, menyibak rambutku yang terurai lalu menyatukannya dengan lingkaran karet hitam elastis. Matahari yang menyergapku serasa bukan musuh dipagi yang indah ini. Aku melirik ponsel yang tergeletak disisi lampu tidur, menunggunya bergetar singkat atau bahkan berdering. Dua minggu telah berlalu semenjak kami mengikatkan diri dengan komitmen yang dikenal dengan istilah pacaran, belum pernah seumur hidupku menunggu dering ponsel itu begitu membuat kalang kabut.

Aku menyender pada bantal-bantal yang menumpuk, lalu berulangkali mengintip Recent contact dalam ponsel. Tidak ada yang menelepon atau memberiku pesan sejak malam. Kenapa aku harus melihatnya terus? Tidak ada yang berubah.

Drt—Satu getaran saja sudah membuatku terkejut. Entah kenapa aku merasa perlu memastikan suaraku terdengar sempurna pada saat itu., lalu aku bergumam sendiri sebelum menempelkan benda itu ditelingaku, “Halo.” Sapaku lembut.

“Kau sudah bangun?” tanya seorang pria lembut dari sebrang sana. “Apa tidurmu nyenyak?” tanyanya lagi.

“Ya, tentu saja. Selamat pagi, Cho Kyuhyun.”

“Pagi, manis. Apa rencanamu hari ini?”

“Berangkat kuliah, hanya dua kelas hari ini. Jam satu aku sudah pulang, setelah itu aku akan pergi untuk menemani Minho… aku tidak tahu kemana, tapi ia bilang aku harus menemaninya.”

“Oh begitu.” tanggap Kyuhyun singkat.

“Apa rencanamu hari ini?” tanyaku, serupa. “Kau bilang akan sibuk tiga hari kedepan, bukan? Semoga acaramu berjalan lancar.”

“Ya, memang. Terimakasih, Seohyun. Aku akan menghubungimu nanti, semoga harimu menyenangkan.”

Kyuhyun menutup telepon. Obrolan singkat yang ibarat cipratan air langsung membuatku segar. Aku bergegas membersihkan diri, bersiap-siap sebelum klakson mobil Minho berbunyi. Tidak butuh waktu yang lama, aku sudah mengenakan setelan kemeja dengan rok selutut berwarna merah muda. Aku menyempatkan diri duduk didepan cermin, memberikan sedikit warna pada kedua pipi dan bibirku agar tidak terlihat pucat lalu pergi keluar kamar. Masih banyak waktu yang tersisa, kurasa masih sempat untuk sekedar menyantap beberapa potong roti pengganjal perut sebelum rumus-rumus kalkulus masuk dengan paksa.

“Pagi, bu.” sapaku pada ibu yang sudah berada didepan meja kerjanya dengan laptop yang menyala. “Apa lembur lagi malam ini?” tanyaku setelah mengecup kening ibu.

“Ya, begitulah nak. Apa kau lapar? Ada beberapa roti diatas meja makan, ada goguma juga disana.”

Goguma?lagi?” sahutku ketika hendak melangkah menuju dapur, aku menoleh untuk memastikan ibu menjawab pertanyaanku.

“Tadi pagi Minho datang lagi membawanya. Ia bilang untukmu dari ibu Choi.”

“Oh,” sahutku singkat, lalu beralih menatapi makanan kesukaanku yang sudah berada diatas meja makan. Tidak seperti biasanya, sudah tiga hari ini Minho datang kerumahku dipagi buta dengan membawakan goguma yang sudah direbus dari rumahnya. Setahuku keluarga Choi tidak pernah membeli goguma atau semacamnya, mereka bukan pencinta goguma seperti aku—bahkan bibi Choi sangat anti memakannya. Entah kenapa aku sedikit curiga, rasanya ada yang berbeda dengan Minho? Mengesampingkan rasa penasaran itu, aku melahap beberapa makanan sebelum suara klakson dua kali terdengar nyaring dari depan rumah.

Setelah memberi salam pada Ibu aku bergegas keluar, dan menemui Minho yang sudah duduk didalam kursi kemudinya. Pagi ini Minho terlihat ‘amat’ segar dari biasanya, ditandai dengan senyum yang tersungging terus dari wajahnya. Selain itu, rasanya Minho juga lebih bawel dengan menanyakan bagaimana tidurku, apa saja kelasku hari ini dan apakah aku sudah menyantap goguma yang ia berikan sebelumnya, bukan seperti Minho atau hanya perasaanku saja?

Tak sengaja aku melemparkan pandangan pada kursi penumpang yang terletak dibelakang tempat kami duduk dan sangat terkejut mendapati tiga tangkai tulip yang masih segar dibungkus rapi dengan pita berwarna kuning. “Kau membeli bunga?” aku terkekeh sebelum melanjutkan lagi, “Ku kira kau alergi bunga.”

“Ya. Untukmu.”

Sepasang mata yang sedang fokus pada jalanan didepan itu rasanya tidak melirikku sama sekali ketika mengatakannya, apa aku tidak salah dengar? Aku meraih bunga itu dan mengirup harumnya, “Untukku?” tanyaku, tidak percaya.

“Kau bilang kau suka dengan tulip? Apa aku salah?”

“Oh, tidak. Terimakasih.” sergahku segera, “tapi dalam rangka apa? Ini bukan White day atau Friendship day, bukan?

“Hei, apa tidak boleh memberikan bunga pada sahabat sendiri? Siapa yang membuat peraturan menjengkelkan itu?! gurau Minho, melirikku dengan lidah yang terjulur.

Aku kembali melirik Minho sekedar menyaksikan apakah mimiknya berubah setelah beberapa detik kemudian dan jawabannya adalah tidak, Minho serius memberikannya untukku—tidak dalam rangka apapun. Begitu yang bisa aku simpulkan. Hei, kenapa aku merasa ada yang aneh(lagi)?

Baru dosen keluar semenit yang lalu, Minho sudah mendatangiku untuk beranjak pergi dari kelas. Sedang aku masih sibuk menyalin beberapa tulisan dalam papan tulis yang masih penuh, Minho duduk dibangku kosong yang berada disebelah kananku—disisi jendela, “Kau rajin sekali.” pujinya sembari tangan isengnya membuka lembar demi lembar catatan lain yang kubiarkan tergeletak diatas meja. “Ku dengar lusa kau akan bertemu Mr. Hiro dari Jepang? Apa itu tandanya kau akan melakukan penelitian lagi?”

“Sebenarnya bukan penelitian, hanya gagasan tertulis yang masih dalam tahap penyelesaian. Rasanya akan memakan waktu yang lama. Mr. Hiro datang untuk mendengarkan presentasiku, jika aku berhasil salah satu perusahaan Jepang akan membantu.”

Great!  Apa penelitianmu tentang organisme bawah air lagi?”

Aku mengangguk. Setelah catatanku rampung, aku membereskan semuanya dan memasukan kedalam tasku—sebagian lagi kubiarkan dalam genggaman. “Aku sedang tidak banyak kelas hari ini, jadi aku menghabiskan waktu menunggu dengan mencari ini.” Minho menyodorkan tiga buku tebal berbahasa inggris; ketiganya adalah buku yang sedang kucari untuk reverensi dari bahan presentasiku.

“Dari mana kau tahu?”

“Aku mampir ke perpustakaan, lalu bertanya list buku-buku yang kau cari disana. Dua buku aku mencarinya dengan susah payah, dan satu lagi aku meminjamnya pada Jessica-noona. Kau jangan menghilangkannya—“

“Kau mampir keperpustakan untuk mencari buku?” kataku dengan nada setengah tak percaya. Minho tidak akan menginjakan kaki ke perpustakaan kecuali untuk mencari atau menemuiku, ia bahkan tidak tahu bagaimana prosedur penggunaan kartu perpustakaan untuk meminjam buku.

Aku mendaratkan salah satu telapak tangan keatas kening Minho, “Ada apa denganmu?Banyak yang aneh darimu belakangan ini.”

“Aku baik-baik saja. Apa kau sudah selesai? Ayo kita pergi.” Minho menuntunku keluar, membawa langsung keparkiran lalu masuk kedalam mobilnya. Aku menurut saja tanpa berkomentar atau bertanya mengenai tujuan kami selajutnya, pikiranku sudah dibebani satu pertanyaan yang mengganjal sehingga dua puluh menit perjalanan tidak terasa berarti.

 Kamipun tiba pada lahan parkir sebuah Universitas. Dari spanduk yang banyak terpampang dan bendera warna-warni yang menghiasi bangunan berwarna cokelat itu menandakanan ada suatu acara besar didalam. Pintu masuk utama gedung tersebut juga sudah dipenuhi banyak orang yang berlalu-lalang.

Setelah turun dari mobil, akhirnya kami masuk dan melewati koridor utama dengan stan dikanan-kiri, melewati sekitar 3 pintu dikedua sisi yang terbuka—yang didalamnya penuh dengan beberapa pameran dari tiap jurusan yang terdapat di Universitas itu, seperti; pameran ilmiah, robot, teknologi, galeri seni, fotografi, dan banyak lagi.

Langkah kami berakhir pada sebuah aula besar yang sudah didekorasi sedemikian rupa menjadi panggung kecil dengan sentuhan hutan-hutan. Sepertinya akan ada sebuah pertunjukan drama disana dan aku bisa menebak siapa yang akan kami temui setelah ini. Setibanya didalam aula, Minho segera merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya, menekan tombol-tombol virtual lalu menempelkan benda itu ditelinganya. “Yuri, kami sudah tiba disini… Baiklah, kami akan menunggu… tentu, terimakasih karena sudah mengundang kami.”

Sepuluh menit setelah menutup telepon, Yuri datang dengan mini dress berwarna putih yang sangat elegan. “Hai—“ sapanya terlebih dahulu.

“Sudah sempat melihat-lihat?”

“Belum,” sergahku sebelum Minho membuka mulutnya. “Kapan pertunjukanmu dimulai?”

“Masih setengah jam lagi. Mau ku temani berkeliling?” tanya Yuri memberi tawaran dan kami pun menyetujuinya dengan cepat.

 Tempat yang pertama kami kunjungi adalah pameran ilmiah, begitu banyak hasil pemikiran mahasiswa yang sangat inovatif dipamerkan disana. Hasil tumbuhan traansgenik dan bahan-bahan organik hasil perkawinan silang menyita perhatianku. Aku suka tempat ini.

Setelah sepuluh menit berkeliling dan mendengarkan demonstrasi tiap stan yang ada didalam, aku beranjak menuju pintu yang besebrangan dengan ruang pameran ilmiah. Sementara dua orang yang menemaniku sedang asyik mengobrol, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian. Hal yang aku dapati didalam ruangan tersebut ternyata hanyalah deretan bingkai berbagai ukuran dengan foto-foto menarik didalamnya—dengan tema yang berbeda-beda tentunya, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar untuk melihat-lihat

Permainan kamera yang menakjubkan membawa mata menelusuri maksud dari tiap gambar yang berbeda, walau bisa dibilang aku awam dengan hal-hal berbau fotografi namun bisa kupastikan bahwa semua jepretan ini adalah hasil dari seorang fotografer profesional.

Eh? Aku berenti pada sebuah foto yang rasanya tidak asing bagiku—wanita dengan tas tangan dan blus perwarna peach, duduk pada sebuah bangku taman dibawah sebuah pohon besar, tanganya terkulai pada lengan bangku dengan angin menghembus rambut ikal yang tergerai dan wanita dalam foto tersebut terlihat menikmati siang lewat kedua matanya yang terpejam. Senyum wanita itu mengembang—terlihat sangat ikhlas menikmati hembusan angin yang menggelitik wajahnya. Aku jelas tau kapan dan dimana foto itu diambil dan setelah itu aku baru ingat bahwa Yuri dan Kyuhyun memang berada dalam Universitas yang sama, tapi kenapa aku belum menemukan Kyuhyun disana?

Aku melihat tiap detail foto diriku yang nampak indah dengan sudut pengambilan gambar yang sempurna, “Enchanted; Bahkan ketika matanya terpejam pun kau dapat merasakan keindahannya yang sungguh nyata.” Aku membaca sebuah tulisan yang dicetak Italic dibawah foto tersebut. Pria itu memang jagonya membuatku berdebar seperti ini. Menikmati foto diri sendiri—yang bahkan kau tidak tahu dapat terlihat sebagus itu, membuat waktu bisa kau lewati sekian detiknya. Satu tepukan pelan membuatku menoleh, dua orang yang sejak awal bersamaku kini melipat kedua tangan didada bersamaan. “Kemana saja?kami mencarimu.” sahut Minho.

Aku hanya dapat menyunggingkan senyum sebagai jawaban.

“Eh, itu seperti dirimu Joohyun?” tanya Yuri tiba-tiba mengalihkan pandangan Minho kefoto yang berada dibalik punggungku, “Benar, itu kau! Aku rasa deret foto itu adalah milik Kyuhyun, aku tidak tahu kalian saling mengenal?”

“Ah, iya kami memang belum lama kenal.” Sahutku mengusap kepala bagian atas—menyembunyikan rasa canggung yang sedang aku rasakan, melihat reaksiku tadi satu alis Yuri terangkat keatas. Belum lama kenal? Harusnya aku dapat mengatakan bahwa kami adalah sepasang kekasih sekarang, kenapa begitu sulit menyuarakan pikirian sendiri disituasi seperti ini?

“Begitukah?setahuku, Kyuhyun hanya memotret objek-objek kesukaannya, ia bukan tipe fotografer yang asal mengambil gambar. Apa dia menyukaimu, Joohyun?”

Skakmat! Bukan hanya Yuri yang kini menatapku curiga, Minho juga. Melihat Minho menunggu jawabanku rasanya aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Aku memang belum pernah mengatakan apapun tentang Kyuhyun pada Minho, satu-satunya orang yang tahu—hubungan kami sudah sejauh itu hanya Tiffany, dan aku tidak ingin Minho merasa asing karena tidak tahu apa-apa tentang orang yang bahkan ia temui setiap hari itu.

“Hai—“ sapa Kyuhyun lembut memelukku dari belakang, “kau tidak mengatakan padaku kau datang kesini?” tanyanya lagi. Kyuhyun yang datang tiba-tiba jelas membuat kedua orang dihadapanku mengerutkan alisnya bersamaan. Oh tidak. Kyuhyun jelas menjawab pertanyaan Yuri sebelumnya. Bagaimana ini?!

“Yuri,” Kyuhyun beralih menatap Yuri, melepaskan pelukannya dari tubuhku yang mematung. “Ku kira kau sedang bersiap untuk dramamu.” Lanjutnya.

“Oh, ya. Sebentar lagi. Mau nonton bersama?” ajak Yuri. Aku melihat atmosfer yang berbeda diantara kami, walau Yuri tidak lepas dari senyumnya ketika menuntun kami menuju Aula, sesekali ia mencuri pandang pada aku dan Kyuhyun, begitu seterusnya. Sedang Minho tidak berbicara apapun setelah itu, tapi aku dapat menghitung sudah empat kali ia melihatku dengan tatapan—aku tidak bisa menilai makna tersirat dibaliknya. Tidak ada yang menanyakan hubungan aku dan Kyuhyun setelah itu, kami sedikit menjadi pendiam. Ditambah ketika harus menyaksikan pertunjukan drama Yuri, aku benar-benar tidak dapat melakukan apapun sementara kedua pria—yang berarti dan pernah berarti bagiku itu berada disisiku. Menggengam kedua tangan ini.

“Seohyun?” panggil Kyuhyun dengan mengguncangkan tubuhku pelan. “Kau ini kenapa?” tanyanya lagi. Itu bukan yang pertama kali Kyuhyun memanggil namaku, aku mendengarnya beberapa kali sebelum ini, hanya saja ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Mengenai Minho, ya tentang dia.

Semenjak kejadian dua hari yang lalu, aku tidak pernah bertemu Minho—baik dirumahnya sendiri atau dikampus, tidak tahu atas alasan apa karena kemarin setelah pertunjukan selesai Minho tidak pernah berbicara apapun padaku diperjalanan pulang. Keesokan harinya, klakson mobilnya tidak berbunyi lagi menyambut pagiku, selain itu ponselnya juga tidak aktif. Sempat aku tanyakan pada Tiffany kemana ia pergi, tapi Tiffany hanya bilang ‘Minho baik-baik saja disuatu tempat’ apa itu cukup menjawab pertanyaanku?Tidak sama sekali.

Tanpa ku sadari sebuah apron sudah lolos dari kepalaku dan menempel ditubuh, Kyuhyun mengikatkan kedua talinya dibelakang pinggangku. “Yang ini lebih cantik,” gumamnya sendirian.

“Eh? Apa ini?” tanyaku menunduk menatapi kain biru yang penuh corak warna-warni itu.

“Kau tidak tahu?itu apron, Seohyun.” jawab Kyuhyun, masih sibuk mencocokkan beberapa apron lain yang dipajang disana.

“Untuk apa? Aku hanya akan memasak sekali untuk kedua orang tuamu, kurasa tidak membutuhkan apron baru.”

“Ya. Mungkin kau hanya sekali memasak untuk kedua orangtuaku, tapi kau akan selamanya memasak untukku. Benar begitu?”

Aku terkekeh, lalu Kyuhyun melingkarkan salah satu tangannya pada bahuku sedangkan satu tangan lain mendorong trolli belanjaan kami.

Terlepas dari masalah dengan Minho, hubungan ku dan Kyuhyun berjalan ‘sangat’ baik. Bahkan hari ini Kyuhyun berniat memperkenalkan aku pada orangtuanya yang akan pulang ke Korea untuk beberapa hari. Aku dan Kyuhyun memutuskan untuk membuat beberapa makanan sebagai jamuan, selain itu kami harus berbelanja beberapa kebutuhan apertemen Kyuhyun yang lain. Kau tahu bagaimana situasi rumah jika hanya ada seorang laki-laki didalam sana? Lagipula Kyuhyun sendiri tidak punya peralatan memasak, apalagi bahan-bahannya. Lemari es itu hanya hiasan, yang isinya hanya dua botol air mineral dan satu kotak juice.

“Susu?” tanya Kyuhyun ketika aku hendak menaruh dua kotak Susu dalam troli belanjaan kami, “Untuk apa?”

“Untukmu. Kau harus minum susu, kalau tidak kau akan tetap kurus seperti ini.”

“Aku tidak biasa—“

“Biasakan!” sergahku cepat, “Mulai sekarang setiap akhir bulan, kita berbelanja keperluanmu untuk satu bulan kedepan. Harus ada susu dan buah-buahan.” sambungku lagi.

 Bersamaan dengan itu Kyuhyun mendengus, lalu memandangku dengan jengkel. “Ya, ya. Kali ini kau seperti nenekku.” sahutnya, tapi setelah itu tersenyum. Aku membalas senyuman itu, dan kembali mengambil melanjutkan mengitari rak-rak penuh barang lainnya untuk mencari barang-barang yang mungkin dibutuhkan Kyuhyun.

Intensitas kami bertemu pasca Minho menghilang dariku semakin meningkat, Kyuhyun menjemputku ke kampus dan mengantarku pulang. Selain itu kami makan siang dan terkadang sarapan bersama didalam mobil. Hal kecil yang kadang menjadi momen indah yang tak terlupakan.

Setelah selesai berbelanja, aku dan Kyuhyun memasukan dua kardus besar belanjaan kami kedalam bagasi lalu beranjak pergi untuk mempersiapkan makan malam kami bersama kedua orangtua Kyuhyun. Banyak hal yang perlu dibereskan, terlebih aku ingin merubah atmosfer monoton dalam apartemen itu dengan menambah bunga ditiap sudut ruangan. Setidaknya akan ada beberapa warna lain selain abu-abu dan hitam yang mendominasi tiap ruangan.

Sebelum sampai ke apartemen milik Kyuhyun, aku menyempatkan diri untuk pulang kerumah sebentar. Mengantar pesanan ibu yang meminta dibelikan beberapa sayuran segar. Kyuhyun turun lebih dahulu—untuk mengambil belanjaan kami, disusul olehku dibelakangnya. Tapi, langkahku terhenti ketika berada tepat didepan pintu rumah dan mendengar suara mobil yang berhenti diluar pagar.

Apa itu Minho?

Aku melirik pada pintu yang terbuka, didalam Kyuhyun dan ibu sedang asyik mengobrol bersama. Mungkin jika aku pergi sebentar tidak ada yang menyadarinya.

Akhirnya aku berlari kecil menuju pintu gerbang dan menemukan sebuah taxi yang berhenti, dan Bibi Choi berdiri disana dengan seorang pria paruh baya yang menggunakan seragam supir tengah menurunkan muatan dari bagasi. Tidak ada ornag lain selain mereka berdua, itu artinya tidak ada Minho…

“Selamat siang bibi Choi,” sapaku hangat kemudian memberi pelukan singkat pada wanita yang bertubuh agak gemuk itu.

“Apa kabar, Seohyun? Kau tidak pernah mampir kerumahku lagi, padahal kau tahu aku sudah pulang. Aku sangat rindu padamu, nak.” kata bibi Choi membalasku ramah. Aku memang belum sempat mengunjungi bibi karena kesibukanku, dan kue yang sempat aku belikan untuknya sudah berakhir diperut kami—aku dan ibu, karena ku pikir akan membelikannya di lain kesempatan. Lagipula, ketika sempat ada waktu senggang, bibi tidak ada dirumah.

“Aku baik-baik saja, bagaimana dengan bibi dan pekerjaan bibi disana?”

“Tidak ada masalah. Apalagi tubuhku ini, masih kuat bekerja hingga larut malam.” gurau bibi seperti biasanya.

“Belanjaannya banyak sekali, bi. Biar aku bantu—“ aku mengulurkan tangan untuk mengangkat kardus yang sudah dalam genggaman bibi Choi, dan membantunya membawa tiga kardus lain kedalam.

“Terimakasih, Seohyun.” sahut bibi Choi.

“Ya, aku senang membantu.”

Aku mencuri-curi pandang pada tiap ruangan rumah besar itu, sepertinya Minho memang tidak didalam. Ada keanehan lain yang menarik perhatianku; beberapa perabotan sudah dibungkus rapi, sofa dan meja-meja sebagian tertutup kain putih polos. Ada apa?

“Kenapa dengan barang-barang disini?” tanyaku heran.

“Oh. Ada apa, Seohyun? Kau tidak mengetahuinya?”

“Mengetahui?” tanyaku mengulang satu kata dari tanggapan bibi Choi yang ambigu. Apa yang ia maksud dengan mengetahui itu? apa Minho pernah mengatakan sesuatu tentang ini? Ah, kurasa tidak.

“Akhir pekan ini kami akan pindah ke Jepang. Aku sudah mengatakan ini hampir sebulan yang lalu, ketika aku baru tiba di Seoul. Apa Minho tidak mengatakan apapun padamu, Seohyun? Bibi kira kau orang pertama yang mengetahuinya karena saat Minho berusia sepuluh tahun, ia bilang kau juga menyetujuinya.”

“Menyetujui apa, bibi Choi? Aku tidak mengerti, sungguh.”

“Apa kau benar-benar tidak mengetahui berita ini? Dahulu saat Minho berusia sepuluh tahun, aku sudah mengajaknya pindah ke Jepang tapi ia begitu bertekat untuk tinggal seorang diri disini. ‘Ada Seohyun yang menjagaku,’ begitu kata Minho dahulu, namun kami sudah membuat kesepakan. Jika Minho sudah berusia diatas dua puluh tahun, ia akan mengikuti permintaanku untuk pergi ke Jepang agar aku dapat tenang bekerja dan tidak berada jauh dari Minho seperti dulu. Minho mengatakan padaku, bahwa ia sudah menjelaskan semua ini padamu. Bagaimana kau tidak tahu masalah ini?”

Entah kenapa air mataku terjun dengan sendirinya, kapan Minho mengatakan itu? kapan aku menyetujui perjanjian antara ia dan Bibi Choi? Bagaimana aku bisa menyetujuinya sepuluh tahun yang lalu kalau aku saja tidak tahu tentang ini?

Minho, sejak kapan ia menjadi pembohong seperti ini?

Tiba-tiba aku teringat sesuatu; pantas saja akhir-akhir ini ia sungguh berbeda dan memperlakukan aku dengan begitu baik, apa ini adalah sogokan agar aku bisa mengizinkannya pergi begitu saja? Ia juga pernah mengatakan akan memberitahuku sesuatu, tapi ia tidak pernah mengatakannya. Minho… aku merasa ada yang ia sembunyikan.

TBC

50 respons untuk ‘Enchanted (Part. 7)

  1. Unnie part ini daebak.
    Seneng karna seo unnie sama kyu oppa akhirnya pacaran.
    So sweet banget lg.
    Kyaaa,kebayang kemesraan mereka
    Tp nyesekas bagian akhir unnie.
    Minho pergi ko ga bilang2.
    Seo unnie pasti sedih banget deh.
    Ihh,kesel tau sama minho.hehe

    Intinya mah ff unnie selalu bagus 😉
    Typonya cuma kurang spasi pas kata “keudara” hehe
    Lanjutannya sangat ditunggu eon ;D

  2. Akhirnya part 7 dipost juga, lama banget nungguin’y.
    Sumpah nihh ff udh aku tunggu, bagus banget..
    aku kira minho ngelakuin itu semua karena dia udah mulai suka sama Seo, ehh… ternyata hanya untuk menutupi kebohongannya.
    Kyu jaga Seo baik-baik yahhh…. dan teruslah berada disamping Seo forever ever.
    Lanjuutttt eonnn, jangan kelamaan lagi kaya gini.
    Gomawo. 😀

  3. Akhirx stelah lma g mncul ffmu mncul jg chingu,aneyong Roffa imnida.aq slalu bc ffmu tp bru klo ni koment,kok Minho mau prg,kykx Minho jg ska ma Seohyun,Kyupa ma Seohyun tmbh msra aj,d tnggu lnjtanx Chingu

  4. suka bnget ma ff.mu oennie mian bru kmen d chap ni… 🙂
    dpet bnget feelnya, miris liat kmen d ff.mu yg cma dkit pdahal critanya daebak…
    cba post d MCLS aj oen….
    next part bnyak.in moment seokyu dong oen dan jngan lma” yah oen…
    q stia mnunggu part slanjutnya…
    slam knal jga yah oen…^^

  5. Yuhuuuuu chingu-a,kemana saa dirimu baru update hari ini ?? 😀
    Kirain nih FF gada lanjutannya lagi D

    Ada kemajuan bgt ya untuk SeoKyu,udah mulai merasa deket & nyaman satu sama lain.
    Cuma sedikit waktu lagi untuk saling meyakinkan perasaan masing2 aja..Kyu msh butuh waktu untuk lupain Yuri,gt juga Seo yg harus rela pisah dari Minho..
    Moment nikmatin sunset tadi sangat romantis lho kalo bnrn dibayangi terjadi sm uri SeoKyu 🙂
    Tambah lagi ya moment2 indah mereka 🙂

  6. Aigoo…seneng ngebayangin interkasi kyuseo,ehehe…maniiis…
    Minho, sempet ngira dia cinta ma seohyun, tp langsung ragu lg bgtu dy ngajak seo nnton drama nya yuri.sbnrnya ada apa?
    Fany jg jarang muncul lg…. Hwaiting kyuseo! 😀

  7. Akhirnya seokyu menjalin hubungan juga.aku harap hubungan mereka baik2 z tanpa ada orang yg mengganggu kyupa sweet dan romantis bgt.wah kayanya kyupa serius sampai mau ngenalin seo ke keluarganya.aku harap kepergian minho tidak mengganggu hubungan seokyu.ditunggu yah next chapternya

  8. Udah berapa bulan ini FF menggantung akhir’y d lanjut
    girang GW semga terus d lanjut ya???
    Yeeeeey jadian seokyu jadian pa lg pacaran’y bae2 aja
    wah seoni bimbang nih antara minho ma kyu semoga tetep ma kyuhyun.
    Lanjut teruuuuuuuuuuus
    semangat terus ngetik FF’y

  9. ahirnya update jg chingu stlh sekian lama
    waaahhh apakah dgn prgnya minho bakal mempengaruhi hubungan seokyu
    maunya seokyu selalu bersama selamanya
    update soon jgn lama2 chingu

  10. sumpah deh nie ff keren bngt……
    Seneng banget nglyt seokyu pacaran trs si kyu romantis bngt lg…
    Tp mslh minho sma seo,, seo msh ska gx ya ma minho ???? Trs aq crg minho kykny ska ma seo jga deh ?????
    Ayo lnjt trs sng bngt bca ni ff……

  11. Foto seo waktu jalan2 ama kyu ternyata ada toh. Kayanya kyu udah ada rasa tuh ama seo 🙂 Minho menganggu hub seokyu #plak
    aduhhh, persahabatan minho dan seohyun dalam bgt yaa.
    Dan seohyun ama kyuhyun sekarang udah lebih dekat. Semoga kyu membuat seo melupakan minho.
    Ditunggu part 8’a. Ini udh ditunggu lama banget loh thor T.T
    update soon yaa.

  12. Sekian lama akhirnya ad jg ne ff.
    Bagian yg q suka moment seokyu noonton bioskop + dipantai swettt bngt.^^
    part 8 dicpatin yah dh gk sabar pingin baca.:D

  13. akhirnya publish lagi lanjutannya 🙂
    ah kyuhyunnya so sweet banget sih disini XD
    pengen cubit jadinya hehe.. tapi minho kayaknya dia suka sama seohyun dan cemburu tapi udah telat karna udah ada kyuhyun disamping seohyun.
    semoga part 8nya cepet publish

  14. akhirnyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa d publish jugaaaaaaaaaaaa
    ak nunggu2 bgt part 7 ini ^^

    NICE FF
    LIKE THIS

    kyaaaaaaaaaaaaaaaa *jogetjogetgaje
    KYU sweet BGT ^^
    aku suka bgt karekter KYU dsni
    SEO akhirnya ngakuin jga klo dia emng suka sama KYU ^^

    hmm apa minho suka ama SEO jg??
    kliatannya sih gtu…

    selalu d tunggu part selanjutnya^^

  15. wah akhirnya release jg part 7 nya,,next partnya jangan la,a2 dong,,smg hubungan kyu-seo makin awet dan bs ke arah pernikahan yah

  16. seneng…
    banyak moment seokyu di part ini.
    kyuppa romantis bgd. seokyu udah saling mencintai kah?
    seo masi ragu ma perasaannya atau gmana?
    seo ko sedih c.. kan udah ada kyuppa.
    lanjut

  17. Ecieeee…udah jadian aja wkwk xD
    kyk’a si kyu dsni rada2 gombal gimana gtu ya haha
    minho trnyta mau pergi ?
    penasaran sm lanjutannya, update soon!

  18. wah aakhirnya diupdate lagi… Cieee yg udah jadian. tapi disini kesannya kaya minho yg jadi peran utama selain seohyunnya. kyuhyun cuma kayaa apa ya? pelampiasan mungkin. tapii gatau lah, aku tunggu kelanjutannya ya

  19. Pleaseee…. Jgn goyah sama minho…
    Aku seneng bgt pas seokyu pacaran..
    Pokoknya ff ini daebakk..
    Lanjuttannya aku tunggu banget..

  20. mianhe di part2 sebelumnya gak koment
    readers baru
    seo di sini terkesan plinplan yah
    kadang keliatan suka kyu tp di sisi lain dia juga masi suka minho
    suka banget sama alur ceritany

  21. Seneng akhinya seokyu pacaran, minho akan ke jepang ternyata dia mempunyai perjanjiandengan ibunya sejak dia berumur 10 tahun

  22. Ping-balik: Enchanted (Part 8/End) | Our Craziest Think

  23. kupikir miho jg ada rasa ama seohyun deh..
    tp aku jg berharap hubungan seohyun kyuhyun ga berakhir..
    cerita ini bener2 kereeen. aku mau baca part akhir nya.. semoga happy ending

  24. apa feeling ku salah eonni? kalau emg ternyata si minho udh suka sama seo dr jauh hari tapi berhubung mereka bersahabat jd dia gamau merusakanya.. apa kaya gitu?? aigooo minho ya kamu telat nak si seo udah pindah haluan ke kyu dan km gablh ganggu merekaaaa ya….
    sumpah part ini part yang paling indah untuk hub seokyu.. walau diawal seo sempet ninggalin kyu demi ngucapin selamat ke minho tapi akhirnya dengan mereka ‘kencan’ seokyu pun berakhir pacaran aihhhh… rasanya seneng bgt hihih 😀 perlakuan kyu bener bener buat aku ikutan senyum kaya seo ih wkwkw.. ;;)
    yah minho beneran pengen pindah ke jepang? hadun next baca eonniiii 😀

Tinggalkan Balasan ke ninninnin Batalkan balasan