Enchanted (Part 8/End)


Seo Joohyun/Cho Kyuhyun/Choi Minho & The others cast. | Romance & Friendship | PG-15.

Baca juga cerita sebelumnya:

Enchanted (Part. 1)

Enchanted (Part. 2)

Enchanted (Part. 3)

Enchanted (Part. 4)

Enchanted (Part. 5)

Enchanted (Part. 6)

Enchanted (Part.7)

Original by Adillasb (twitter & facebook):

“Bagi Seo Joohyun mengutarakan perasaannya bukan sesuatu yang mudah. Saat persahabatan mereka dipertaruhkan, Seohyun merasakan ada yang salah dengan dirinya.”

208795_482490091761561_1821726623_n

Aku melirik layar ponsel untuk kesekian kalinya. Tiga pesan yang aku kirim untuk Minho dua jam yang lalu tidak mendapat balasan apapun.

Tiba-tiba aku merasakan pungung tangan Kyuhyun yang mendarat dikeningku, “ Apa kau baik-baik saja?”

Kyuhyun terlihat cemas, sementara senyum yang aku berikan tidak dapat membohonginya. “Ada apa?” bisiknya sembari menuntun lenganku mendekat tubuhnya, menciptakan jarak beberapa senti saja diantara kami.

 “Tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”

“Baiklah, apa aku harus mengantarmu pulang sekarang?”

Aku melirik pada sofa yang memunggungi kami, dengan Ayah dan Ibu Kyuhyun yang belum lama tiba sedang bercengkrama disana. Rasanya ingin segera mengangguk mengiyakan tawaran Kyuhyun barusan—mengingat hari ini pikiranku dipenuhi banyak pertanyaan yang mulai menjadi beban.

“Bukan masalah, mereka pasti mengerti.”

Kyuhyun mengusap dua kali punggung tanganku, kemudian berjalan mendahuluiku menuju kedua orangtuanya dan berbicara sesuatu. Tidak lama kemudian bibi Choi menoleh kearahku dan mengulurkan tangannya, “Senang bisa bertemu denganmu, nak. Datanglah kerumah kami jika ada waktu.”

Tidak banyak yang dapat aku katakan, hanya tersenyum dan mengangguk sopan. Dua jam yang menyenangkan bertemu kedua orangtua Kyuhyun, berbagi cerita lama; khususnya mengenai Kyuhyun dan bagaimana masa kecilnya.

Bagiku kedua orang tua Kyuhyun sangatlah baik, bibi Cho memang sedikit cerewet apalagi jika berbicara masalah anak kesayangannya itu maka akan terlihat sisi protektif seorang ibu yang sangat jelas. Sementara paman Cho tidak banyak berbicara hanya sesekali menimpali pembicaran kami dengan lelucon lawasnya. Diluar dari kemelut antar pikiranku sendiri, sejujurnya aku sangat menikmati waktu bersama keluarga ini—seandainya saja ‘sesuatu’ itu tidak mendesak rasa lelah ini.

Bibi Cho mengantarkan kami hingga pintu, kemudian melambaikan tangannya sementara Kyuhyun masih menggenggam tanganku tanpa berkata sedikitpun. Aku yakin ia tidak marah karena aku memilih pulang lebih cepat, ia hanya tidak ingin membuatku tambah lelah dengan seberondong pertanyaan darinya. Tenang, sosok seperti ini yang selalu membuatku nyaman. Menatapnya membuat senyumku mengembang sendiri, melucuti pikiran yang mengganggu sementara waktu.

Kyuhyun membukakan pintu mobil dan menuntunku masuk, lalu memutar kemudinya memacu mobil dengan kecepatan standar. Terdengar instrumental Kenny G yang megalun lembut menenangkan.

“Kalau tidak keberatan, kau bisa bercerita padaku. Katakanlah jika kau pikir lebih baik untuk dibagi bersama.”

“Ah, bukan masalah yang penting. Aku hanya sedang lelah saja.” Sahutku beralibi.

“Panggil aku jika butuh bantuan, membawakan cokelat untuk memperbaiki mood-mu misalnya.” Kyuhyun tersenyum simpul. “Katakan apa saja yang kau butuhkan, Seohyun.” Sambungnya lagi.

“Terimakasih.”

“Kau lapar? Aku bisa menjadi goguma kalau kau mau. Hai, aku adalah goguma raksasa. Makan aku kalau kau bisa hihi~” Kyuhyun mengubah suaranya; meninggi dan berat tapi malah terdengar lucu ditelingaku. “Aku bisa jadi payung jika kau kepanasan, tissue jika kau sedang sedih, Xbox jika kau butuh hiburan, atau jadi….”

“Jadi dirimu sendiri jika aku butuh kenyamanan, jadi dirimu sendiri jika aku butuh teman atau kasih sayang. Kenapa harus menjadi siapa dan apa yang percuma sementara yang aku butuhkan hanya dirimu sendiri.” Sambungku. Kyuhyun diam, bahkan alunan instrumen seperti tak terdengar, hanya helaan yang terasa nyaring ditelinga tanda kelegaan yang menyeruak malam dengan gelapnya.

Tak ada satu kata yang terlontar. Mobil pun menjadi sunyi seketika.

Satu tangan turun lepas dari kemudi dan mengayun pelan menggapai tangan lain—yang sedang bebas. Menggenggam sepanjang jalan. Rasanya pikiran yang mungusikku tadi… terlupakan sejenak.

Sepasang mata itu menatapiku terus hingga rasanya aku takut untuk terlelap. Bahkan ketika lampu kamar sudah padam, tatapan itu makin melekat lalu berpindah makin dekat.

Itu hanya bingkai dengan foto didalamnya. Kenapa begitu menggangguku?

Rasanya air mataku berlomba turun. Rahasia yang tersebunyi menjadi tabu. Aku menggapai ponsel yang juga berada diatas ranjang. Rasa sesak ini begitu mengganggu dan aku perlu orang untuk membagi…

“Tiffany?” sapaku segera.

“Ada apa meneleponku tengah malam, Seohyun?”

“Minho. Kau tahu dia dimana?”

“Kau menangis, Seohyun?”

“Hari ini aku datang kerumah Minho, ada Bibi Choi disana. Bibi bilang mereka akan pindah ke Jepang akhir minggu ini dan Minho belum mengatakan apa-apa padaku, sementara bibi mengatakan bahwa aku mengetahuinya sejak dulu. Bagaimana bisa?” tanyaku berantakan. Bahkan berkatapun menjadi sulit disaat seperti ini—terlalu banyak cerita, terlalu banyak tanya yang menggunung dipikiranku.

“Hei, jangan menangis. Besok aku akan mencari Minho dan menanyakan mengenai kepergiannya. Kau jangan khawatir. Sekarang kembali ke dalam selimut dan tidurlah, Seohyun.”

Aku menutup telepon lebih dahulu tanpa memberikan salam. Aku mengusap air mata kesekian yang lolos dari hitungan sambari menatapi jejeran foto yang terpampang disetiap sudut ruangan.

Ditinggal pergi bukan sesuatu yang baru. Kehilangan. Sedih. Semua sudah pernah terjadi, sudah pernah aku rasakan pahit-manisnya. Tapi ini bukan hanya tentang perasaan itu tapi sesuatu yang aku tidak tahu.

Sembab, seperti habis dapat bogeman mentah dengan porsi yang sama besarnya. Aku terpaksa harus berbohong pada Kyuhyun untuk tidak mengantarku ke kampus hari ini, takut-takut dia cemas melihat kondisiku yang seperti ini.

Kacamata hitam memang opsi terbaik menutupi kedua mataku yang sembab.  Kalau bukan karena matakuliah wajib mungkin aku akan memilih untuk menghabiskan waktu dibalik selimut hari ini.

Aku hendak keluar gerbang ketika sebuah mobil yang tidak asing berhenti didepanku dan menurunkan kacanya.

“Hai. Untung aku datang tepat waktu.” Minho memamerkan deretan giginya. Sementara ia masih duduk dikursi kemudi, tangannya yang lain menggapai pintu dan menarik tuas kecil disisi jendela. Bersamaan dengan itu pintu didepanku terbuka. “Masuklah.” Perintahnya.

Butuh waktu beberapa detik untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa Minho benar-benar menjemputku pagi ini, layaknya pagi yang biasa aku lalui seperti biasanya.

Minho memasang tampang innocent seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya sehingga membuatku geram. Ingin rasaya aku memukulnya dengan apapun yang berada disekitarku—agar ia bisa merasakan sakit yang sama karena dibuat penasaran. Kalau dipikir lagi, menodongkan pertanyaan bukan pilihan yang tepat sekarang, bisa saja Minho menghilang lagi setelah ini.

Ah, sebaiknya aku tidak gegabah.

“Kemana saja kau?” tanyaku ketus.

“Aku menginap di apartemen Jonghyun. Aku sedang banyak sekali tugas akhir-akhir ini.”

“Oh, tapi kenapa tidak memberiku kabar?” tanyaku lagi tanpa merubah notasi.

“Sudah aku bilang bahwa aku sibuk, bahkan melirik ponsel sedetikpun tak sempat. Maafkan aku, Seohyun.”

Aku terdiam. Saking banyaknya pertanyaan membuatku bingung harus memulai darimana.

“Kemarin aku berkunjung kerumahmu dan aku bertemu dengan bibi Choi, ia sedang merapihkan rumah.” Aku menghela nafas sebelum melanjutkan, “Kami berbincang sebentar, ia bilang kalian akan segera pindah ke Jepang.”

Aku berdeham rasanya ada yang mencekik dikerongkonganku sehingga sulit bagiku meneruskan kalimat selanjutnya. Entah kenapa rasanya sedih sekali menanyakan mengenai kepergiannya.

Minho terdiam.

“Apa kau benar-benar akan pindah?” tanyaku lagi, kali ini membawa serta tatapan tajam kearahnya. Minho masih tenang dengan kemudinya dan untuk beberapa detik kedepan ia masih belum angkat bicara.

“Kau jangan bersedih. Aku akan lebih sering berkunjung kesini, lagipula kasihan kalau ibu harus bekerja seorang diri di Jepang sementara ia masih memiliki anak laki-laki yang bisa menjaga dan membantunya. Maaf karena belum mengatakan padamu.”

“Tapi kau bilang pada bibi bahwa aku mengetahuinya sejak dulu. Hm, kesepakatan kalian saat itu—“

“Hanya cerita karangan semata, agar ibu mengizinkanku untuk tetap tinggal di Korea pada saat itu. Yah, kau tahu sendiri bagaimana pintarnya aku mengarang cerita.” Minho terkekeh penuh kebohongan—getar dari suaranya jelas memperlihatkan itu.

“Aku harap kau juga tidak sedang mengarang cerita,”

Tiba-tiba Minho menepikan mobilnya, kemudian berhenti barang memberikan seulas senyum kepadaku lalu memacu kembali mobilnya.

Entah apa artinya senyum itu, semoga bukan senyum terakhir—senyum perpisahan.

Sabtu sore.

Rasanya seluruh kue yang ada tak begitu menarik perhatianku. Aku memang sedang lapar, bahkan sepertinya caacing-cacing diperutku sudah bosan meminta asupan tapi mengangkat kotak terakhir membuatku benar-benar lega, sekaligus menghapus rasa lapar itu seketika. Aku membiarkan tubuhku mengayun pada sofa putih—satu-satunya benda yang tersisa diruangan ini, merebahkan kedua kaki dan tanganku untuk sekedar beristirahat.

“Apa semua barang sudah siap?” Minho menepuk pundakku, dan bertanya dengan pertanyaan yang sama.

Aku mengangguk. “Rasanya begitu.”

Minho menghela nafas panjang, “Akhirnya…” kemudian memilih duduk dilantai –menyender pada sofa yang sedang aku duduki. “Terimakasih atas bantuanmu hari ini. Apa kau sudah makan?”

“Ya.” Sahutku, berbohong.

“Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa esok aku harus meninggalkan Korea. Berat rasanya…”

Aku bergetar, entah kenapa rasanya percakapan ini akan tidak-terdengar-bagus pada akhirnya. Ya, aku yakin sekali.

“Sepertinya baru kemarin aku mendapatkan kado natal berupa Syal.” Minho terkekeh. “Terimakasih, Seohyun. Terimakasih.” Sambungnya, kali ini dengan nada menurun.

“Untuk?”

“Untuk menjagaku, menemaniku, me… Untuk apapun itu.”

Aku mendengar helaan nafas pelan yang sengaja ditahan. Sayang sekali kami saling memunggungi, tanpa dapat membaca ekspresi satu sama lain. Aku rasa Minho sedih. Ya, dia mungkin sedih…

“Hhh— bicaramu seakan kita tidak akan berjumpa lagi saja.”

“Kau yakin kita akan bertemu lagi?”

“Kenapa tidak?”

Minho tidak menjawab. Untuk hitungan detik suara angin yang menyelundup melalui jendela yang terbuka mengiri jeda percakapan kami. Bukan, pertanyaan tanpa jawab.

“Ah, rasanya air mataku akan tumpah.” gumam Minho pelan—tapi cukup untuk membuatku yang berada dibelakangnya mendengarkan jelas.

Eh? Minho menyuarakan pikiranku, atau kami yang memang satu pikiran?

“Oh iya ngomong-ngomong, pria bernama Cho Kyuhyun itu kekasihmu? Kau sudah benar-benar dewasa sepertinya.” alih Minho kemudian, “Kurasa dia baik, dia pasti bisa membahagiakanmu.” Sambungnya.

“Tentu saja dia baik, aku tidak akan memilihnya jika tidak begitu.”

“Benar.” Kemudian Minho terkekeh—kedengarannya aneh, “Mau dengar cerita, Seohyun?”

“Apa itu?”

“Beberapa tahun silam disofa yang sama dengan kau duduki sekarang, seorang anak laki-laki tengah merengek kepada ibunya, meminta ia untuk tetap tinggal sementara ibunya memiliki pekerjaan diluar kota yang tidak bisa ditinggalkan. Anak itu menangis, menangis dan terus menangis sambil memegangi kaki ibunya sembari berpikir keras untuk mengarang cerita. Yang ada dipikiran bocah itu hanya satu; agar ia diijinkan tetap tinggal. Setiap orang yang mendengar hal ini akan beranggapan ini gila, ketika seorang ibu meninggalkan anaknya yang masih kecil seorang diri dikota sebesar Seoul, tapi kalimat terakhir anak itu membuat ibunya percaya dan yakin tidak akan ada yang ia khawatirkan lagi.”

Aku menggigit bibir.

“Kau tahu apa kalimat terakhir yang diucapkan anak itu?”

Aku menggeleng—walau aku tahu Minho tidak bisa melihatnya. Aku tidak ingin membuka suara, takut tangisku pecah seketika.

“Anak itu berkata, ‘Jangan khawatir, bu. Aku tahu Seohyun akan menjagaku.”

Aku melirik kalender yang terpampang dimeja belajarku. Hari ini adalah tepat sepekan setelah kepindahan Minho ke Jepang. Aku membuang pandangan pada deretan bingkai—dengan foto masa kecilku dan Minho ada disana.

Setiap pagi hal yang sama yang aku lakukan adalah, mendoakan pria itu agar ia selalu dalam keadaan baik. Bukan karena aku masih mencintainya, tapi karena dia adalah sahabatku dan aku ingin dia bahagia.

Aroma kue sudah menyeruak mengisi seluruh sudut rumahku. Sepertinya aku sudah kehilangan beberapa menit menyaksikan langsung kue buatan ibu yang baru saja keluar dari oven.

Aku membuka pintu kamar ketika dua orang yang menjadi bagian paling penting dalam hidupku sedang sibuk dengan persiapan sarapan pagi. Menyaksikan pemandangan itu membuat duniaku berubah merah muda.

Sejak semalam Kyuhyun diminta untuk menginap oleh ibu. Entah kenapa rasanya ibu sangat menyukai kekasihku itu sehingga membuatku sedikit cemburu. Aku akui Kyuhyun memang pandai mencuri hari seorang wanita—bahkan sudah dapat terlihat bukti otentik yang nyata. Mengingat kejadian semalam, bisa membuatku seperti orang gila karena pasti akan tersenyum tanpa alasan seharian. Bagaimana tidak? Kekasihmu menghabiskan malamnya untuk menemani kau dan ibumu bersenang-senang; dengan semangkuk besar makanan, snack, soft drink dan sekumpulan dvd drama. Berbagi cerita dan ceria, How a cute memories.

“Kau sudah bangun, nona?” sambut Kyuhyun dengan secangkir teh hangat dalam genggamannya.

“Ini sudah terlampau siang. Kau melewatkan lari pagi bersama kami tadi.” Sambut Ibu kemudian.

“Ibu? Kenapa selalu mencuri start?”

“Hahaha—“ tawa Ibu meledak dengan puasnya, saking puasnya semoga tidak turut mengkontaminasi sup yang tengah ia panaskan utnuk sarapan kami.

“Selamat pagi,” Bisik Kyuhyun dengan kecup singkat dipipi kiriku.

Aku tersentak, “Kyu—“ dan tanpa sadar suaraku juga membuat ibu turut menoleh kearah kami dengan sebelah alisnya terangkat.

“Tidak,” sahutku lalu menyeringai. Satu kecupan selamat pagi sudah berhasil dicuri oleh pria bernama Cho Kyuhyun itu—sekaligus membuat wajahku memanas dan rasanya siap berganti warna. Aku dapat menjaminnya; hari ini akan indah.

Banyak hal yang datang setelah pergi, dari situ pula banyak yang akan kau pelajari. Cinta ini bukan datang sebagai pengganti yang pergi, pelipur atau bahkan obat ketika cinta hendak mencekikmu perlahan dengan tangannya sendiri. Cinta datang pada waktu yang hanya ia sendiri yang tahu—entah ketika kau rasa itu bukan saat yang tepat, tapi adalah waktu yang tepat untuk ia tumbuh memupuk laramu. Jangan sesali itu. Jangan pernah, karena cinta punya caranya sendiri untuk membahagiakanmu.

Aku menggigit bibir.

“Kau tahu apa kalimat terakhir yang diucapkan anak itu?”

Aku menggeleng—walau aku tahu Minho tidak bisa melihatnya. Aku tidak ingin membuka suara, takut tangisku pecah seketika.

“Anak itu berkata, ‘Jangan khawatir, bu. Aku tahu Seohyun akan menjagaku.”

Sial. Rasanya aku tidak dapat menahan air mataku. Apa aku dapat menerima alasan itu? Minho, kau ini…

“Satu hal lain yang belum pernah diakui bocah itu. Hari pertama ketika mereka bertemu; Seorang wanita muda turun dari mobil yang berhenti tepat didepan rumah bocah itu. Wanita tadi membawa seorang gadis kecil dalam genggamannya. Itu hari dimana sang bocah baru selesai bermain bola dihalaman, ketika gadis kecil itu berhenti dan menyapa. ‘Hai, panggil aku Seohyun.’ Gadis kecil itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya, perlu beberapa detik untuk mengembalikan sang bocah dari alam sadarnya. Percaya atau tidak; hari itulah satu-satunya hari dimana ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, bahwa ia terpesona pada gadis kecil itu tepat sejak awal mereka bertemu.”

THE END

 

34 respons untuk ‘Enchanted (Part 8/End)

  1. Duh ini sih namanya wajib sequel *crying so hard*
    Penasaran sama tanggapan seo pas tau minho ternyata juga punya perasaan yang sama sejak 12 th yang lalu.
    Seandainya aja…………………ah bener2 takdir!

  2. nunggu ending yg agk lma, tpi ttp nice story, bhsanya ttp elegant, feel bca jga dpt. . .
    keep writing dgn seokyu story lain ^^b

  3. sumpah…. Ceritanya kereeeennn banget,,
    Menyentuh hati banget…. Suka banget sma persahabatan seo ma minho trs ksh cinta seokyu yg unik…… Bnr deh tbkn q trnyt minho jga ska ma seo….. The author mang the best…….

  4. endingnya bikin speechless
    feelnya dpt bgt sampe merinding bacanya
    jd sbnrnya minho jg suka sama seo
    tp emg dasar seokyu udh jodoh hehe
    momen seokyunya kurang bgt #plak
    ada niat buat sequel kah chingu

  5. ceritanya bagus,ga nyangka udah end lagi,aku ketinggalan udah lama ga baca hehe…kata2 yg terselip disini banyak mengandung makna yg dapat kita ambil sbg hikmah.tapi seobyu momentnya masih kurang,belum puas T____T

  6. HUUWWWAAA…. AKHIRNYA NIH FF KELUAR JUGA!!! [udh dari kapan tahu -_- ]
    Baguuuss…. banget, tapi aku masih agak kurang feel soalnya Minho ceritanya masih gantung, berarti sebenarnya Minho itu suka sama Seo jauh sebelum Seohyun suka sama minho gitu?
    Huuffftt… Kenapa ga diungkapin aja sih bang Minho????? kasihan Seohyun nunggu kamu, tapi bersyukur deh Kyuhyun datang. 🙂
    Please dong Sequel….

  7. Eon,maaf aku baru baca ff dan komen sekarang.mianhae T.T
    Kyaaaaaa eon emang sukses banget bikin aku nangis nih.srada ga rela seo pisah sama minho.
    Aish,kenapa minho ga ngungkapin yg sebenernya.
    Tapi jodohnya seo emg kyu jadi yasudahlah.haha
    Eon,aku suka banget tau bahasanya.kapan2 ajarin aku ya ? 😀
    Makasih udah publish eon.saranghae 😀

  8. Huhuhuhuh….. Seohyun Biarpun jodoh’y sama kyuhyun . Tp ko kisahnya dominan seo min sih hehehe….
    Tp tetep kereen apa lg bahasanya cinta datang dan pergi hukum alam

  9. Daebakkkkk Chinguuuu!!!jdi slama ini sbenrnya cinta Seo k Minho tdk brtepuk sblah tngan dong,trnyata Minho jga mmpunyai rasa yg sma k Seo,bahkn sjak mreka prtama brtemu,daeabakkkkk dch pkoknya,perlu seq nich Chinguuuuu!!!!ckckck mssa iy Seo cmburu ma ibunya sndiri*plak*emang g ad yeoja yg bsa mnolak pesona seorang Cho Kyuhyun:’)

  10. NICE FF

    akhh aku udh nunggu lama ff ini hehee ^^
    ntah.. aku speechless pas baca ending

    omo… KYU bner2 romantis bgt ^^
    suka

  11. Anyeonggg…
    Suka bgt sama ini ff 😀
    udh baca dari part awal tpi cuma koment dipart ini, mianhe ya thooor 😀 tpi janji kok bkal jadi readers yang baik 😀

  12. Wah, jadi ternyata minho jatuh cinta pada pandangan pertama sama seo..tapi gk pernah ngungkapin itu sampai akhirnya seo jatuh cinta ma kyu. Sedih dan kasian sama minho, tapi aku rasa memang memilih kyu adalah jalan terbaik

  13. jadi intinya sebenarnya minho cinta juga ama seo. tp knp wkt minho liat yuri emang dg tatapan cinta. hrsnya minho tau klu seo jg suka ama dia. walau ff ni byk menceritakn seominnya yg plg kusuka seokyu tetep bersatu meski skm nya kurang. gumawo^_^

  14. Ya ampun bagus bgt ff nya T-T persahabatan minseo dan kisah cinta seokyu T-T tapi aku rada gk ngerti thor ‘_’ itu ending nya maksudnya minho suka seohyun ???

  15. ini udh end eonni? tuh kan bener si minho udah suka sama seo sejak awal mereka sahabatan .. aduh minho nya pergi trs gimana deh hub antara minho sama yuri? bknnya dia suka sama yuri katanya?
    ah tapi syukurlah disini seokyu ttp happy end walau minho hrs pergi ke jepang dan meninggalkan perasaanya gitu aja.. tp btw eon seo jawab gimana dah pas minho bilang dia udh terpesona sejak awal sama seo? gantung nih eonni hihi
    huh happy endddddddd…. sukaaaaaaaaa walau sk momen nya kurang banyakkkkk keekkek 😀 i like it eonni (y)

  16. Hwaaaaa >_< Seokyunya super so sweet berasa alami banget interaksinya! Sumpah keren!!

    Kyuhyun, aku suka banget ama karakter dia disini ^^ kalem dan.. Menyenangkan 😀

Tinggalkan Balasan ke syifachosyifacho Batalkan balasan